Satu minggu
yang lalu, saya baru mendapatkan teman baru, sebuah lampu belajar bernama kitty
yang saya peroleh dari penukaran tiket di sebuah pusat bermain keluarga.
Rasanya.. Senang bukan kepalang, bahagia tak terperi saat saya mendapatkan kitty. Maklum sudah
lama sekali saya menginginkannya. Satu minggu sudah ia berada di atas meja
belajar di kamar saya. Tapi belum sekalipun saya menggunakannya. Hanya sesekali
saya sering iseng memencet hidung kitty, yang berfungsi sebagai tombol on-off lampu.
Teringat 12
tahun lalu, saat saya duduk dikelas 5 SD. Saya divonis menderita miopi dan diharuskan menggunakan kacamata -1. Dokter yang memeriksa saya menganjurkan
saya untuk menggunakan lampu belajar jika belajar dan membaca di malam hari,
agar minus mata tidak bertambah parah. Tapi baik saya ataupun orang tua, tidak
mengindahkan nasehat itu. Karena.. bagaimana mungkin punya lampu belajar,
sedang saya sendiri tidak punya meja belajar saat itu (kasihan -.-!). Jika
belajar dimalam hari atau mengerjakan pekerjaan rumah, saya mengerjakannya
diruang tamu, di ruang keluarga, atau di tempat tidur. Satu minggu, satu bulan,
satu tahun, dan bertahun tahun, akhirnya saya lupa akan keinginan memiliki
lampu belajar meskipun tiga tahun kemudian, saat saya duduk di kelas 2 SMP,
saya sudah punya meja belajar sendiri.
Baru satu
bulan terakhir ini keinginan untuk punya lampu belajar itu hadir kembali. Ketika
berada di pusat bermain keluarga, saya tertarik pada kitty yang menjadi salah
satu hadiah penukaran tiket. Keinginan itu lebih didorong karena bentuk kitty
yang imut, bukan karena hasrat masa lalu. Setelah saya memilikinya, saya malah
bingung kapan harus menggunakannya. Sekarang saya berstatus mahasiswa strata 2,
semua tugas dan apapun yang berhubungan dengan pelajaran, selalu saya lakukan
didepan komputer. Menulis, membaca, selalu didepan komputer. Dan kitty.. si
lampu belajar kapan harus digunakan? Kini fungsi utamanya berubah dari alat
bantu belajar menjadi properti pemanis ruangan dan penghilang rasa bosan. Kitty, sebuah contoh pemuasan hasrat yang
terlambat. Saat ia benar benar dibutuhkan, malah tidak dipenuhi, dan sekarang
saat hasrat tlah usai, tak ada lagi guna. Kitty akan sangat berguna jika
kumiliki 12 tahun lalu. Tapi tidak saat ini.
Belakangan
saya tau, mengapa dokter menganjurkan menggunakan lampu belajar saat membaca
atau menulis dimalam hari. Mata seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan
akan terus berkembang, memanjang, atau memipih sampai pertumbuhannya berhenti
atau menjadi dewasa. Jika mata anak minus (mata cenderung lebih panjang dari
mata normal) pada masa itu, sebenarnya masih bisa disembuhkan. Dengan
menggunakan kacamata cekung dan mengurangi faktor –faktor yang bisa memperparah
kerusakan mata.
Miopi sendiri
terjadi akibat mata yang terus terusan dipaksa untuk melihat benda dalam jarak
dekat dan dalam situasi minim cahaya. Dalam situasi ini mata secara otomatis
akan berakomodasi dan mempertebal lensa mata sehingga mata cenderung tumbuh
memanjang. Hal ini menyebabkan bayangan benda yang dilihat tidak jatuh tepat
diretina melainkan didepan retina mata, inilah yang dimaksud dengan kelainan
mata miopi. Penglihatan menjadi kabur dan berbayang. Mata harus dibantu dengan
lensa cekung agar bayangan benda dapat jatuh tepat di retina dan mata dapat
melihat dengan normal.
Dengan
membiasakan memakai kacamata, mengurangi faktor-faktor yang dapat menambah
panjang ukuran mata, dan didukung makanan-makanan kaya vitamin A, kelainan mata
miopi pada anak dapat diatasi, atau minimal minus mata tidak bertambah. Saat anak
telah dewasa dan pertumbuhan telah maksimal, kecenderungan pertumbuhan dan
pembentukan mata akan menjadi permanen. Dengan kata lain setelah dewasa,
kemungkinan minus mata bertambah atau berkurang akan semakin kecil karena
pertumbuhan mata telah berhenti.
Sesal
kemudian memang tiada guna. Sekarang minus mata saya bertambah dari -1 menjadi -1,75. Entah apakah itu ukuran sebenarnya atau
tidak. Saya sendiri takut memeriksakan mata ke dokter mata. Saya takut dokter
akan mengatakan hal – hal yang tidak ingin saya dengar. Tentang minus mata yang
bertambah. Sejauh ini saya merasa nyaman memakai kacamata -1,75. Saya merasa
pusing, dan mata menjadi perih jika memakai kacamata dengan ukuran minus
diatasnya. Dari sana saya menarik kesimpulan bahwa saat ini mata saya -1,75. Saat
inipun saya sudah jarang memakai kacamata. Hanya pada saat menyapu lantai, agar
kotoran dan debu dapat terlihat dengan jelas, atau pada saat melihat ke depan,
papantulis, pada saat belajar dikelas dan pada saat mengawas ujian.
Ada satu hal
yang saya sukuri dari mata minus ini. Dalam jarak pandang tertentu, saya tidak
ragu untuk memandang lawan bicara berbeda jenis. Secara tidak langsung saya
dapat menahan pandangan meski tidak menundukkan wajah. Boro-boro mau curi-curi
pandang, saya sendiri bingung yang mana mata, yang mana hidung yang mana mulut.
Semua tampak sama dimata ini. Selain itu, saat bicara dihadapan orang banyak,
saya dapat dengan mudah menghilangkan rasa gugup. Karena walau pada kenyataan
saya berhadapan dengan banyak orang dan banyak pasang mata yang menatap, tapi
semua tampak kabur, rabun, tidak jelas.
Dari -1 ke
-1,75 bukanlah prestasi yang buruk. Karena banyak teman saya yang juga
berkacamata hanya dalam kurun waktu satu tahun minus matanya sudah bertambah
dari -1 sampai -2 bahkan -3. Jika mengingat masa kecil saat mulai berkacamata,
usaha saya untuk sembuh tidak bisa dianggap enteng. Saya sangat rajin memakai
kacamata. Bahkan seringkali saat mandi, sholat, atau tidur saya lupa melepaskan
kacamata (sangkin rajinnya). Kacamata selalu menggantung di wajah. Begitupun
dengan makanan. Saya sangat menjaga pola makan. Segala macam sayur dan buah
yang mengandung vitamin A selalu saya habiskan. Hanya saja, kebiasaan untuk melakukan
banyak aktifitas dalam jarak pandang yang dekat tidak saya tinggalkan. Juga
dengan kebiasaan memaksa mata membaca, melihat di tempat yang kurang cahaya.
Jika waktu itu usaha saya dibarengi dengan merubah kebiasaan mungkin minus mata
saya tidak bertambah atau bahkan bisa sembuh. Mungkin!
Suatu kali
terbesit kekauhatiran, apakan nanti jika saya punya anak, anak saya akan
berkacamata pula? (sekali sekali mikir jauuuuh ke masa depan!) Alhamdulillah
ternyata tidak! Karena mata minus saya bukan karena faktor keturunan, tetapi
karena faktor kebiasaan yang jelas tidak menurun.
Tips
parenting dari saya, jika ada dari teman-teman punya anak berkacamata minus yang
masih dalam masa pertumbuhan, jangan biarkan ia sendiri menghadapinya. Memang,
memiliki anak berkacamata sama sekali tidak buruk! Tapi akan lebih baik jika
tidak berkacamata. Mungkin di rumah ia terlihat senang dengan kacamatanya, tapi
akan berbeda jika disekolah atau dilingkungan diluar rumah. Tidak ada jaminan Teman
- teman, orang – orang disekitar akan menganggap berkacamata adalah hal yang
normal. “Kecil-kecil sudah pakai kacamata!”, “Matanya rusak ya?” Atau, “mangkanya
jangan nonton terlalu dekat!” (pakai nuduh lagi!) bisa jadi kalimat kalimat
diatas akan sering sampai ditelinga ananda kita. kalimat berbahaya ini bisa
mengurangi kepercayaan dirinya dan anak akan mudah minder, menjadi pemalu, merasa
berbeda dari teman lainnya dan merasa tidak normal.
Jika kita
mampuh sebagai orang tua, berusahalah untuk membantu ananda menyembuhkan mata
minusnya, memberikan dukungan dan meyakinkan mereka, bahwa ananda pasti akan
sembuh dengan berusaha dan berdo’a. Jika tidak berhasil, paling tidak mereka
akan terhindar dari krisis percaya diri, dan yang lebih penting, didalam
hatinya anda akan dicatat sebagai orangtua yang perduli.
Rada gak
nyambung dari opening tentang si kitty:P
Semoga kita
bisa menjaga mata ananda, karena dengan begitu kita menjaga dunianya:)
Salam^^
*balada
penderita miopi -1,75